Rabu, 31 Maret 2010

APARAT DESA BER-POLITIK-LAH by M.Syahri Nurwahab

APARAT DESA JUSTRU HARUS “BERPOLITIK”
Beberapa hari lalu, Presiden SBY pada saat pengangkatan Sekdes menjadi PNS berpesan agar aparat pemerintah desa tidak perlu berpolitik. Kemudian hal ini telah diulas pula oleh Redaksi dalam Tajuk Rencana-nya pada SM Jum’at 26 Maret 2010 yang lalu. Disini penulis ingin pula berpendapat yang agak beda, namun barangkali ada manfaatnya.
Anjuran agar Aparat Desa untuk tidak berpolitik dimulai sejak Orde Reformasi ini bergulir. Dahulu jaman Orde Baru walaupun slogan-nya “Politik No Pembangunan Yes”, kenyataan dilapangan aparat desa-lah yang paling ngotot berpolitik, karena Golkar atau pak Harto tahu persis bahwa aparat desalah yang dapat menguatkan kedudukan politik sang pemimpin. Kepala Desa adalah bulldozer Golkar di seluruh Nusantara. Dengan cara itu Golkar berhasil sukses selama 32 tahun, sedangkan partai lain PPP dan PDI hanyalah penonton dan bila ingin tiru-tiru sudah terpangkas habis sebelum ketahuan. Misalkan ada jago Kepala Desa dari parpol pasti sudah tidak lulus waktu seleksi pencalonan, kecuali kalau mau tobat parpol dan mau masuk Golkar. Kenyataan sejarah ini tidak mudah begitu saja bisa dilupakan bagi yang pernah mengalami dan bukan rahasia lagi pada waktu itu.
Memang sangat strategis kalau Kades dan perangkat Desa-nya sudah rela mendukung partai penguasa, mudahlah segala program pemerintah untuk diterapkan ditambah lagi birokrasi diatasnya sudah satu partai, urusan menjadi mudah dan lancar. Kedudukan Bupati,Gubernur dan Presiden sangat kuat, hanya sayangnya karena mereka terlanjur otoriter dan KKN akhirnya roboh setelah digoncang demo dahsyat mahasiswa dengan tertembaknya 4 orang rekan mereka didukung lagi dengan hadirnya beberapa tokoh nasional ditengah-tengah pendemo pada tahun 1998 lalu.
Pada kenyataanya aparat pemerintah desa mesti harus berpolitik, namun politik yang dikembangkannya bukan harus ikut masuk dalam salah satu partai politik. Tetapi politik yang dikembangkan adalah politik pemerintahan, bagaimana cara memerintah yang baik, bagaimana cara melayani masyarakat yang baik dan tidak lupa bagaimana cara mengatur masyarakat yang terdiri dari partisan beberapa partai politik yang ada. Politik yang dimiliki harus lebih unggul dari pada pendukung partai politik, kalau politik itu dapat dikuasai dan dipraktekan, sukseslah mereka sebagai aparat desa. Bisa dilihat bahwa desa yang kisruh adalah desa yang para aparat desanya secara politis jauh dibawah kemampuan politik anggota warga masyarakatnya, sehingga banyak terjadi Kepala Desa hanya menjadi tukang cap,manggut dan tidak berprestasi sampai akhir masa jabatan. Karena politik pada arti sebenarnya adalah bagaimana mengatur masyarakat agar bisa tertib, aman, makmur dan sejahtera. Maka ajakan saya perangkat desa Indonesia berpolitiklah, tanpa itu anda tidak punya makna. Karena hidup adalah perbuatan politik. Politik untuk kebaikan dan kebahagiaan. Salam Perangkat Desa Indonesia.

Kebumen, 31 Maret 2010
M.SYAHRI NURWAHAB – Forum Penulis Kebumen – Mantan Sekdes Candiwulan Kebumen

BADAI DI POLISI by M.Syahri Nurwahab

“BADAI” DI POLISI BADAI DIMANA-MANA
Membaca,mendengar dan melihat berita saat ini sedang ramai-ramainya terkuak berita yang dilontarkan Susno Duaji bahwa di lembaga kepolisian ada “makelar kasus” yang ditengarai dilakukan oleh dua jenderal polisi. Hal ini pada sebagian orang merupakan berita yang mengagetkan tapi disisi lain banyak pula masyarakat yang sudah tidak kaget lagi bahkan sudah tahu dari dulu.
Seorang Susno menurut penulis adalah seorang inisiator yang mungkin sengaja mungkin tidak, telah membuat pandangan keadaan lembaga hukum apa adanya, misalnya dengan mencap polisi sebagai “buaya” dan member label KPK sebagai “cicak”. Logikanya benar seratus persen, kalau polisi yang sejak awal republik ini didirikan, sudah berkecimpung dan berkeringat menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan hukum, sudah menjadi buaya dalam ranah hukum, sedang KPK yang baru lahir kemarin sore patutlah baru disebut cicak, belum menjadi kadal apalagi menjadi buaya dalam penanganan hukum.
Karena kontroversi yang dibuatnya dia diberhentikan menjadi Kabareskrim Polri digantikan Ito Sumardi. Sebuah konsekwensi logis karena dia berani berbuat aneh diluar kebiasaan alur logika mapan. Setelah itu dia tidak berhenti untuk ungkap keadaan di kepolisian yang mensinyalir adanya dua jendral markus ditubuh Mabes Polri. Dunia kepolisian lebih geger lagi.
Badai di kepolisian telah menyeret Ditjen Pajak dengan terungkapnya Gayus Tambunan yang melakukan permainan kolusi pada keberatan / pengurangan pajak bagi perusahaan yang tentu saja secara financial menguntungkan bagi perusahaan tapi sangat merugikan penerimaan pajak bagi Negara. Departemen Keuangan geger, sebentar lagi pasti akan muncul kasus di Ditjen Bea dan Cukai, karena dua-duanya idem ditto bisa bermain pada pengurangan bea masuk ataupun pajak. Kedua lembaga ini, ditambah lagi Ditjen Anggaran disana sangat rawan dan dapat “membasahi” pegawai rendahan sampai Dirjen bahkan sampai pada Menkeu-nya.
Permainan per-makelar-an, percaloan sebetulnya semua orang tahu dan pernah menjalani walau pada tataran yang ringan-ringan. Contoh urusan surat-surat, legalitas, perizinan dan sebagainya karena para pihak saling butuh dan rasanya saling menguntungkan dan masih dalam angka nominal sekedar upah lelah. Sedangkan yang terbongkar saat ini bukan sekedar uang keringat tapi sudah uang villa, uang mobil mewah, uang beli jabatan dan tentu saja termasuk uang “setoran”.
Setelah nyenggol Departemen atau istilah baru Kementerian Keuangan, sebentar lagi bola panas ini akan membakar Kejagung,Mahkamah Agung,Kehakiman dan tidak mustahil akan merambah ke semua Kementerian karena sebetulnya dunia makelar, dunia calo,perantara urusan kasus atau urusan bisnis itu bukan rahasia lagi. Kalau yang di makelarin, dicaloin itu uang Negara melalui pejabat Negara itulah yang sangat merugikan rakyat banyak. Dan “badai” ini seperti tulisan saya beberapa waktu yang lalu akan bermunculan sepanjang pemerintahan SBY lima tahun kedepan, karena logikanya kalau gunung es sudah mulai meleleh, terus akan meleleh ditimpa sinar kebenaran. Sehingga badai kasus akan selalu muncul dan muncul lagi. Maukah Negara “bersih-bersih” lingkungan, mulailah dari Istana, kesamping dan kebawah, Insya Allah badai akan berhenti dengan sendirinya

Kebumen, 31 Maret 2010
M.SYAHRI NURWAHAB - Forum Penulis Kebumen – Candiwulan Rt 03/01 Kebumen

Sabtu, 06 Maret 2010

PILKADA TANPA TIM SUKSES by M.Syahri Nurwahab

PILKADA TANPA TIM SUKSES

Ini sebuah wacana “gila” yang mungkin tidak lazim atau belum diuji cobakan, tetapi bila dipikir-pikir untuk apa sih tim sukses itu. Tim Sukses adalah mereka beberapa orang yang ditunjuk oleh sang Calon untuk mengatur, menggalang dan meraih simpati sebanyak-banyaknya dari calon pemilih. Namun kenyataan yang ada tim sukses justru sangat membebani sang calon dengan beberapa mata anggaran yang kadang tidak masuk akal. Tetapi anehnya sang calon percaya 100 % bahwa apa yang dikatakan tim sukses itu bagaikan kalimat sakti yang harus dituruti, bila tidak tahu sendiri akibatnya.

Bila mau mencoba, semua calon dapat meraih sukses tanpa tim sukses. Ibarat sebuah teka-teki jawabannya sudah tahu pasti, bahwa yang jadi hanyalah satu. Mengapakah tidak para calon bersatu saja dan rukun, ibarat teman sekolah yang akan menempuh ujian yang niatnya semua bakal lulus namun mereka sadar betul bahwa nilai mereka tidak akan pernah sama persis, pasti ada perbedaannya. Kalau semua calon bisa rukun dan bersatu sebetulnya tanpa tim suksespun salah satu dari mereka pasti akan terpilih. Dan yang terpenting dan terutama mereka semua akan menjadi calon bupati / walikota / gubernur minimalis. Dengan sedikit biaya salah satu dari mereka terpilih menjadi kepala daerah. Adapun yang tidak terpilih masih banyak peluang, pasti dapat selalu kerja sama dengan kepala daerah terpilih, karena saat pemilu mereka sudah guyub rukun bersatu, sehingga sang bupati/walikota /gubernur dapat mengajak mereka yang gagal, dalam banyak bidang yang menguntungkan kedua belah pihak. Kesemuanya beruntung tanpa ada yang buntung, “halalan thoyyiban” sesuai keyakinan. Kan agama bukan hanya dipakai ketika di masjid/gereja/vihara dan kelenteng saja, dalam pilkada pun agama harus dijunjung tinggi dan diutamakan, sehingga hidup ini ada maknanya.

Untuk maksud seperti tersebut diatas, yang dikedepankan oleh partai pengusung calon adalah nawaitu untuk berjuang membangun daerahnya. Jangan ada niatan untuk memperkaya diri dan jangan ada pula calon dari luar partai karena ini budaya yang tidak wajar dinegara manapun didunia, kecuali di Indonesia yang malah justru calon dari luar partai dibudayakan, karena semua tahu bahwa posisi partai pada saat ini yang begitu lemah baik lembaganya maupun personalnya. Jika ketua partai atau pengurus lain yang diusung oleh partainya maka secara otomatis tim sukses sudah terbentuk dengan sendirinya. Dan jika ini berjalan secara organisatoris / kelembagaan pastilah akan bisa jadi kenyaatan bahwa para calon kepala daerah dapat sukses tanpa tim sukses yang berbiaya tinggi seperti yang lazim sekarang ini. Kapan akan dicoba, sekarangpun sudah dapat dimulai karena tanpa kampanye pun orang akan tetap memilih karena fungsi lembaga pemilihan umum KPU sampai PPS sudah sangat mapan dari pusat sampai ke desa.

Merekalah yang akan mengkampanyekan calon lewat televisi, surat kabar dan radio. Kalau bisa disederhanakan kenapa harus dirumitkan. Jangan khawatir tidak dipilih. Pasti rakyat akan berduyun-duyun menuju TPS, karena bagi masyarakat Indonesia Pemilu bukan hanya peristiwa lahir, tetapi merupakan peristiwa batin, peristiwa jiwa, mengikat rasa, yang sangat “eman-eman” dan “gamam” kalau sampai ditinggalkan. Golput asli masih sangat langka, yang ada adalah golput karena dirantau tidak dapat pulang kampung. Survey telah membuktikan walau golput disebut sampai 30 % itu semua karena keterpaksaan bukan karena kenekadan dan kesengajaan. Renungkanlah ! Salam untuk bangsaku.

M.SYAHRI NURWAHAB
Forum Penulis Kebumen
Candiwulan Rt 03/01 - Kebumen

Jumat, 05 Maret 2010

VOTING KEBENARAN oleh : SUPRAYITNO -FPSP Semarang

VOTING KEBENARAN

Setelah berbulan-bulan rakyat Indonesia menyaksikan secara langsung
"pertunjukan" investigasi/angket kasus bailout Bank Century, akhirnya
terjawab sudah. Skor akhir setelah melalui voting 212 suara
menyatakan tindakan bail out benar adanya, sedangkan 325 menyatakan
salah. Lalu apa yang selanjutnya?

Mestinya, jika fakta hukumnya sudah jelas, barang bukti jelas,
pengakuan dari pelaku juga sudah jelas, maka seharusnya "kebenaran"
materiil itu tidak perlu divoting. Masa untuk membuktikan Si Fulan
maling atau bukan dengan cara voting? Bagi saya hal ini sungguh aneh
bin ajaib. Andai saja aparat penegak hukum yang terdiri dari
KPK,Kepolisian dan Kejaksaan benar-benar mau bekerja secara baik dari
sejak awal kasus ini merebak, saya yakin Pansus Century yang menelan
energi bangsa sedemikaian besar itu, tidak perlu ada.

Terlepas dari hasil "voting kebenaran" itu, masyarakat luas menanti
tindakan hukum macam apa yang akan dijatuhkan kepada para tersangka
bailout tersebut? Jangan-jangan untuk memprosesnya perlu waktu lima
tahun, jika demikian sama saja bohong.

Suprayitno
Jln Tlogomukti Timur I/878
Semarang

Rabu, 03 Maret 2010

EXPOSE AURAT WANITA oleh : SAM EDY YUSWANTO

Mengekspose Aurat Wanita
-- by. Sam Edy Yuswanto --

(telah dimuat di Surat Pembaca SUARA MERDEKA, tgl 19 Januari 2010)


Akhir-akhir ini kita bisa saksikan para presenter wanita di berbagai stasiun televisi swasta lebih berani membuka auratnya. Mereka merasa nyaman-nyaman saja (tanpa merasa risih) saat mengenakan busana yang memperlihatkan sebagian belahan dada mereka.

Mungkin banyak dari kalangan artis yang menganggap itu sebuah ajang mengekspresikan diri. Sepertinya kurang afdol jika mereka, para selebriti wanita itu tak mengekspos bagian tubuh sensitifnya.

Saya dan beberapa teman hanya ingin menyampaikan bahwa kami merasa risih dan malu dengan fenomena ini. Budaya berbusana yang sudah kadung kebablasen ini amat sangat membahayakan jika ditiru oleh para generasi muda, karena hal tersebut bisa memicu terjadinya kasus pelecehan seksual pada perempuan.

Sudah menjadi kewajiban pemerintah dan khususnya MUI mengambil sikap dalam menyoroti masalah moral bangsa ini. Bukannya ingin membatasi kebebasan berekspresi. Tapi lebih kepada mempertahankan budaya kita yang terkenal menjunjung tinggi nilai-nilai kesantunan dan kebersahajaan.

Sam Edy Yuswanto
Anggota FPK (Forum Penulis Kebumen)
Purwosari RT 1 RW 3, Kebumen.

PERTANYAAN ARTIS oleh : Sam Edy Yuswanto

Artis
Pertanyaan tak Mendidik

(oleh: Sam Edy Yuswanto)

(dimuat suarapublika, Republika, Sabtu, 27 Februari 2010)

Kaget, miris. Itu yang saya rasakan pada suatu pagi di sebuah televisi swasta menayangkan salah satu artis cilik yang tengah merayakan ulang tahunnya yang kesembilan. Pasalnya, bocah lelaki yang tengah naik daun itu dicerca oleh infotainment tentang masalah pribadi yang belum saatnya dibicarakan di depan publik seperti itu. Masak, anak kecil digosipkan sudah berpacaran, dicerca siapa yang sedang ditaksirnya. Dan, makin ironi ketika mendadak bocah perempuan se sama artis yang katanya ditaksirnya itu datang menyalami di hari ulang tahunnya. Sementara, orang-orang di sekelilingnya terlihat menyemangati sembari meng goda keduanya, seperti melegalkan hubungan yang belum pantas buat anak yang masih senang bermain petak umpet itu.

Saya semakin bingung dengan jalan pikiran mereka. Apa maksudnya?Pesan saya, sebagai orang tua, mari kita arahkan anak-anak didik kita sedini mungkin agar tak terjebak arus budaya yang tak baik yang ditayangkan setiap saat di televisi yang begitu menjamur di negeri ini. Tak perlu menunggu pe nangan an dari pemerintah yang mungkin hanya menganggap hal ini sebagai remeh-temeh yang tak usah dipersoalkan. Beri pengarahan pada anak-anak atau adik-adik kita, mana hal baik yang perlu ditiru dan mana yang harus dijauhi. Kalau bukan kita semua, mau mengandalkan siapa lagi?

Sam Edy Yuswanto
Purwosari RT 1 RW 3,
Puring, Kebumen,
Jateng

Selasa, 02 Maret 2010

PERTEMUAN FPK DENGAN REDAKSI SUARA MERDEKA

PERTEMUAN FPK DENGAN REDAKSI SUARA MERDEKA

Dengan dihantar oleh Sdr.Komper Wardopo Koordinator Suara Kedu SM, hari Senin tgl.1 Maret 2010, berangkatlah Pegiat Forum Penulis Kebumen yakni : Sdr. Ambijo. M.Syahri Nurwahab dan Sabit Banani untuk silaturahmi dan menemui Redaksi Suara Merdeka di Kantor Jl. Kaligawe Raya Km 5 semarang.

FPK ditemui oleh Bapak Eko Hari Mujiharto selaku Sekretaris Direksi dan Bpk Cocong Arief Priyono selaku pengasuh Rubrik Wacana Nasional dan Wacana Lokal. Kedua beliau menerima dengan baik atas kunjungan FPK yang bermaksud ingin menyampaikan ganjalan hati yang dirasakan oleh Anggota FPK bahwa beberapa kali mengirim naskah wacana local / surat pembaca, ada yg 13 kali, 5 kali dan sebagainya sampai saat ini belum muncul dimuat di Suara Merdeka. Tampaknya wacana lokal didominasi oleh para penulis Pantura. Untuk itu FPK mohon dengan sangat lagi hormat kiranya wacana lokal dari Jateng bagian Selatan terutama dari Kebumen dapat diselang seling bisa dimuat sebagai curah wawasan dan harapan adanya peningkatan pembangunan wilayah di Kab. Kebumen . Hal ini dijawab langsung oleh Pak Cocong tidaklah Wacana Lokal didominasi oleh Pantura dan tidak pula memberikan keistimewaan penulis bergelar sarjana, siapapun dapat dimuat asala menarik dan aktual. Usul FPK akan diperhatikan demi keberimbangan kemajuan wilayah Jateng dan juga demi mendukung tumbuhnya penulis lokal yang baik dan handal dimasa depan. Kalau bukan SM siapa lagi.

FPK juga mengutarakan harapan, jika memungkinkan halaman 7 bebas dari iklan, yang tampaknya sangat mengurangi ruang rubric wacana local dan surat pembaca / gagasan yang sebetulnya secara de facto halaman 7 adalah lembar yang selalu dicari para pembaca pada kesempatan pertama. Disampai-kan pula adanya rencana FPK dengan segenap anggota dan pecintanya akan berkunjung ke Redaksi untuk melihat proses penyusunan berita / isi surat kabar dan pencetakannya . Kunjungan bisa disetujui asalkan bukan pada hari Sabtu dan Minggu, sedangkan halaman 7 belum bisa bebas dari iklan seiring dengan adanya permintaan khusus si pemasang iklan yang minta khusus di halaman 7. Sebuah dilemma yang cukup rumit bagi perusahaan dimana pemasang iklan juga penting disisi lain keinginan pembaca juga perlu dipertimbangkan. Soal ini redaksi mohon maaf untuk dapat dimaklumi.

Pertemuan diakhiri dengan makan siang bersama dengan santai dan Redaksi berterima kasih atas kunjungan FPK yang mana Redaksi dapat mengetahui dimana kiranya yang masih ada kelemahan dan kekurangan sehingga dimasa mendatang kesemuanya dapat dipenuhi demi kepuasan semua pihak.

Kebumen, 2 Maret 2010

M.SYAHRI NURWAHAB
Forum Penulis Kebumen
HP. No. 085291063692