Minggu, 31 Oktober 2010

Rita yang malang seri 2 ( sebuah cerita pendek )

RITA YANG MALANG ( Bag. 2 )
oleh Syahri Wahab pada 03 Oktober 2010 jam 9:35

Namanya Mayorita Sumadi, usianya baru diatas 40 tahunan. Wajah manis,badannya gemuk tidak kuruspun bukan, hidung cukup mancung, orang bilang dia cantik, luwes, suaranya lantang nyaring. Pembawaannya supel, ramah , sopan terhadap sesama baik atasan ataupun bawahan serta sahabat kenalannnya. Sumadi adalah nama kekasih atau yang sekarang menjadi suaminya, usia sekitar 50 tahun. Konon dahulu sebenarnya Rita tidak begitu mencintainya, namun demi menghormati orang tua dia terpaksa melakoninya. Orang tuanya mempunyai keinginan agar Rita tidak sengsara di kemudian hari, karena Sumadi sudah menjadi pegawai negeri. Seiring berjalannya waktu cintanya tumbuh pelan-pelan hingga tumbuhlah hasil buah kasih 3 orang anak yang cukup manis, sehat dan juga berpendidikan cukup karena soaal biaya tidak menjadi problema. Dua puluh tahun lebih sudah Rita membina rumah tangga dengan Sumadi, cukup tampak bahagia, kemana saja bersama bergandengan tangan bagai tak mau pisah adanya.



Hingga pada suatu saat terjadilah sebuah perubahan, Sumadi yang tadinya gagah perkasa tak tahunya menurut dokter dia mengidap penyakit gula. Badannya pelan-pelan mengurus, tenagapun hilang. Wajah bertambah pucat dan setiap saat keringat dingin mengucur ke seluruh tubuhnya. Tentu saja dia mengambil langkah cepat berobat pada dokter ahli dengan harapan agar penyakintnya segera sirna, tetapi apa mau dikata, karena diabetes termasuk penyakit yang sulit sembuh maka walau sudah berbulan tahun diobati, bukannya sembuh malah sebaliknya. Sekarang sudah pada tingkatan stadium berbahaya. Akhirnya dia menyadari bahwa penyakit datangnya tidak pernah diundang dan diusirpun tak mau segera pergi. Kini dia pasrah apa yang terjadi tetap dijalaninya sembari berobat kemana-mana. Namun dilubuk hati yang paling dalam dia merasa sangat iba karena fungsi organ sangat berkurang termasuk juga pemberian nafkah batin kepada isterinya. Padahal dia sangat tahu bahwa sang isteri masih sangat membutuhkannya. Menangis, menyesal mengapa dia dulu tidak bisa menjaga pola makan dan kurang olah raga sehingga tak terasa penyakit menumpuk sedikit demi sedikit hinga seperti sekarang ini. Sumadi mengiba-iba kepada Rita untuk bisa memaafkan dan memakluminya, walau dalam hati kecilnya dia tidak tega melihatnya.



" Mas apa tidak cari terapi alternantif saja." kata Rita pada suatu sore sambil minum teh bersama di beranda rumahnya." Boleh saja dimana kiranya dik " jawab Sumadi pelan. Lalu Rita menceritakan bahwa temannya memberitahukan dia ada tabib yang katanya sudah berhasil mengobati penyakit yang seperti itu. Singkat kata mereka berdua kemudian mendatangi tabib yang ditunjukkan teman. Beberapa kali sudah mereka berdua berobat kesana, sampai bosan dan lelah tapi belum ada perubahan. Hampir saja Sumadi putus asa kalau dia tidak ingat anak-anak dan Tuhannya, sedikit banyak dia juga termasuk orang yang rajin beribadah apalagi kebetulan rumahnya tidak terlalu jauh dengan masjid di kota itu.Hari demi hari dijalaninya dengan sabar, tawakal pasrah diri dengan Tuhan.Jika itu memang nasibnya Sumadi telah siap untuk menerima takdir apapun. Hanya memang dia selalu khawatir dibalik itu semua, masihkah Rita mencintainya.



Melihat demikian adanya Rita tidak kehilangan akal dia menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan baik yang dari tugas kantor maupun kegiatan pribadi lainnya yang juga cukup menyita waktu dan tenaga. Dengan demikian dia bisa melupakan kesedihan yang dideritanya. Namun sebagai wanita pada umur sedemikian juga cukup berat menahan gejolak batin yang begitu menggebu dan datang tak kenal waktu, kerinduan yang mendalam, kehangatan kasih mesra bersama suami. Kalaulah dia tidak ingat anak-anak dan masyarakat sekitar, pastilah dia sudah mencoba melakukan sesuatu yang kurang semestinya. Jalan untuk itu sangatlah terbuka lebar apalagi secara diam2 kolega kantor ada juga yang memperhatikan dan peduli kepadanya. Diluar kantor pun beberapa kenalan secara tidak langsung seolah mengajak kearah sana. Dengan segala cara ditahannya kuat-kuat perasaan itu hingga kalaulah boleh bunuh diri sebagai jalan keluar dan tidak berdosa pastilash hal itu sudah lama dilakukannya.



Pada suatu hari melalui dunia maya dia bisa berkenalan dengan seorang pria yang lebih tua. Tampaknya orang tersebut bisa menjadi tempat mencurahkan rasa walau hanya dalam bahasa kias dan lambang. Karena kearifannya orang tua tersebut merasa bahwa Rita tampak begitu berani berkomunikasi dan mengemukakan masalah kepadanya berarti dia sedang dalam kesulitan. Orang tua tersebut akhirnya maklum dan memberinya bimbingan rohani untuk selalu tabah menjalani cobaan itu. Mereka berdua akhirnya bersahabat di dunia maya dengan cukup dekat, sering bercanda ria, saling menyanjung dengan berbagai sanjungan yang dilontarkan demi menghibur Rita yang malang.



( Tunggu seri berikutnya )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar