Selasa, 06 April 2010

Pilkada Kebumen Murah.

Pilbup Kebumen Murah, Mungkinkah?
Oleh M. Syahri Nurwahab


Rasanya hampir tidak mungkin di negeri ini sebuah pesta demokrasi dalam rangka memilih kepala daerah bisa murah dan sederhana. Fenomena Pemilu juga “Pil-pil” yang lain tanpa disadari peristiwa itu pasti akan membawa kesan munculnya biaya yang cukup banyak, bahkan dalam keadaan tertentu bisa tidak masuk akal.
Sejarah pemilihan umum untuk memilih langsung seorang wakil rakyat dan pemimpin belumlah cukup berumur satu dekade kecuali pemilihan kepala desa secara langsung yang telah berlangsung sejak republik ini berdiri,bahkan sebelum itu. Prosesi pemilihan tersebut memakan biaya yang tidak sedikit dikarenakan untuk mencari pengaruh dilingkup desa. Banyak cara ditempuh oleh para calon, misalnya, dengan memberikan jamuan makan, minum, rokok pada rakyatnya.
Sebatas itu pada mulanya, namun zaman terus berjalan. Yang tadinya hanya sekedar bentuk pengisi perut juga adakalanya selembar pakaian, kain sarung, jarik, kini berubah ditukar dengan nilai mentahnya saja. Yakni berupa uang karena dipandang praktis dan awet untuk digunakan dikemudian hari. Jamuan makan minum dan rokok biasanya akan berlangsung sejak si calon mulai menyatakan diri siap maju ke gelanggang pertarungan sampai hari penentuan yang telah disepakati bersama.
Zaman dulu dapat disebut belum ada tokoh, karena ketokohan seseorang hanya dalam bentuk kepemilikan lahan sawah atau garapan. Makin luas sawah yang dimiliki makin tinggi derajat ketokohannya. Satu desa paling dua tiga orang tuan tanah. Belum ada desa industri, desa wisata, desa tambang. Yang ada hanya desa tani. Dan umumnya kepemilikan yang luas ini hanya terdiri dari kaum satria dan brahmana dalam bentuk lain, yaitu turunan demang atau turunan kyai..
Setelah menjadi kepala desa akan bertugas seumur hidup atau sampai wafat. Bisa 20 tahun bahkan ada yang sampai 50 tahun menjabat. Masyarakat tenang serta tidak bergejolak. Masyarakat patuh pada aturan desa yang kebanyakan tidak tertulis yang berupa awig-awig / pologoro dan aturan adat yang dipegang sangat kuat dan dihormati bersama..
Hal ini berubah drastis dengan diundangkannya UU No. 5 tahu 1979 tentang Pemerintah Daerah. Kepala Desa hanya diberi kesempatan memerintah selama 8 tahun, dan boleh menjabat dua periode alias 16 tahun. Situasi berubah kultur masyarakat juga ikut berubah. Yang tadinya kepemimpinan itu merupakan jabatan sangat berwibawa bahkan tampak sakral, tidak pernah berhitung untung rugi. Dewasa ini berubah menjadi cair dan akhirnya jabatan tersebut berbau komersil jauh dari rasa pengabdian.
Biaya Tinggi
Hal ini menular pada pemilihan bupati, walikota, gubernur, presiden. Kalau dulu harus membeli suara anggota DPRD II, DPRD I atau anggota MPR sekarang berubah seolah-olah mau tidak mau harus berani membeli suara rakyat. Baik untuk membentuk citra atau kampanye keliling wilayah, membayar tim sukses, membagi-bagi hadiah, kaos dan alat peraga lainnya termasuk bayar iklan di media yang jika dihitung ternyata cukup membutuhkan biaya tinggi, berjuta-juta bahkan milyaran.
Dengan begitu hanya mereka yang berduit saja yang berani maju ke depan, padahal keadaan seperti ini pernah saya tulis di Suara Merdeka pada bulan Februari 2007 menjelang Pilgub Jawa Tengah antara lain saya menulis; sebetulnya untuk nyalon (konteks sekarang nyalon Bupati Kebumen) tidak perlu takut biaya. Semuanya sudah dibiayai APBD, tinggal memfoto kopi ijazah dan syarat-syarat lain, lalu mendaftar ke KPUD. Lainnya tidak perlu ada. Sosialisasi dan cetak gambar calon sudah dilakukan oleh KPU. Logikanya, tidak usah repot-repot, semua calon sedikit banyak sudah dikenal diwilayah ini paling tidak oleh segenap anggota partai pengusung, pembaca surat kabar, penonton TV, apalagi kalau mesin partai sudah berjalan baik, penulis yakin dengan modal secukupnya bisa terpilih menjadi Bupati.
Mereka kehilangan uang banyak karena para kandidat maupun tim sukses jauh-jauh hari telah terbakar nafsu suap sana, suap sini, pokoke kudu jadi. Padahal semua kandidat tahu itu semua melanggar hukum. Kemudian kalau kalah dan jatuh miskin itu karena ulah sendiri yang tak terkendali.
Pilbup Murah
Pilbup Kebumen 11 April 2010 yang murah tentu menjadi sebuah impian masyarakat. Sebab contoh nyata dan tak dapat dibantah oleh siapapun, sebetulnya pada Pilpres, Pilgub dan Pileg lalu, pemilih toh tidak mendapat apa-apa yang berupa pemberian, paling-paling kaos butut gambar calon seharga sepuluh ribuan, tidak semua warga mendapatkannya tapi mereka tetap saja mau mencontreng.
Di sisi lain pencalonan Pilbup yang murah, akan menjamin Bupati Kebumen mendatang pasti tidak akan korupsi, tidak perlu kembali modal, kerja mereka bisa maksimal. Ingatlah zaman memang sudah berubah, bola kejujuran dan kebenaran telah menggelinding dari Ibukota meluncur ke segala penjuru setelah episode “cicak vs buaya” dan Pansus Century usai. apalagi kalau kejaksaan, kepolisian, para pengacara telah “berbenah” dan telah bersih diri, pintu korupsi akan tertutup rapat.
Akhirnya mungkinkah Pilbup Kebumen bisa berjalan dengan biaya murah dan sederhana?. Jawabnya adalah sangat mungkin dan mestinya malah harus demikian. Asalkan para kandidat mau dan sepakat bertekad menuju Kebumen Bersih 2010, tidak menghambur-hamburkan uang. Semua warga juga pasti mafhum jika semua mau baik dan hasanah mengapa harus dihalang-halangi. Bagi yang tidak mau memilih karena alasan ekonomis berarti mereka tergolong warga negara yang tidak bertanggung jawab.

M.Syahri Nurwahab,
Pengamat Kebijakan Publik
Pegiat Forum Penulis Kebumen



Alamat Penulis:
Ds . Candiwulan RT 03/ 01
Kec. Kebumen
Kab. Kebumen 54351

No Hp. 085291063692

Tidak ada komentar:

Posting Komentar