Rabu, 03 Februari 2010

Komentar utk mas Aris Susetyo.

Bagus sudah uraiannya, tapi kembali ke aslinya ini adalah kegagalan institusi partai yg tidak solid, tidak PD dan juga partai belum merupakan sandaran harapan. Satu dan lain hal karena partai berdiri bukan atas dasar idiologi yang diyakini, tapi sebatas angan2 per-andaian yang bermacam-macam, jadi partai apapun sepertinya tidak punya jiwa, tidak punya target kejuangan yang mathok, wani susah, wani melarat bahkan mestinya wani mati demi idiologi kebenaran yang diyakini yang akan membawa manfaat untuk hari ini, untuk perubahan masyarakat, untuk negara dan juga untuk hari perhitungan dialam sana.

Kalau melihat dinegara lain, orang masuk partai tidak asal masuk, mereka militan dan berani berlaku jujur dengan sesama anggota.
Contoh yang dekat di partai UMNO, PAS diseberang sana, atau mungkin LDP, PAP,partai di Thailand, Myanmar, termasuk India.

Menurut saya bila partai di Indonesia sudah kuat dan tidak nakal wong Demokrat yang ABG sekarang bukan menuju dewasa tapi malah ingin jadi anak2 lagi contoh nyata dalam pansus angket Century, mereka bukan tampil dengan profil partai besar yang menang pemilu tapi persis kaya partai kecil yang sendirian mencoba menegakkan benang basah, mana mungkin. Orientasinya tidak tutup ini tutup itu tapi mestinya dengan tegas dan keras buka borok yang ada, akui dan obati sendiri,pastilah rakyat bersorak gembira dan pasti 2014 menang lagi. Toh dengan ngaku salah dan khilaf pasti rakyat sudah puas, dan pansus tuntas dan say let's go to the future better, no one can do right if he never doing wrong.

Sekali lagi partai harus kuat dan pasti Pilkada akan bermutu, rakyat akan cerdas memilih karena sang pemimpin juga mau ngajari pinter tidak malah ngajari bodoh dan nakal. Uang singkirkan wong Pilpres / Pilkada sudah dibiayai APBN, APBD tinggal nyalon dan noblos, bar. Semuanya tergantung sutradara, tergantung sang dalang, tergantung pak Kyai, tergantung Lurahe. Mau gemblung ya raskyate gemblung mau waras slamet, aris yang tergantung yang didepan. Katanya kalau diuntabaken kepengin jadi mayit sae, sae, sae ya mestinya eling yang seperti itu. Masak sebentar-bentar takziah dan mendengar adzan praktek keseharian menjauh dari lingkaran kematian dan kesujudan, mestinya kita bangsa yg agamis dan Pancasilais, yg sebentar2 ngamuk kalau ada aliran ini sesat, aliran itu sesat, masa iya aliran e sendiri malah kelalen.

Sapa sing salah, sing nang mburi apa sing nang ngarep. Wong mau konfercab, muscab, musda kabeh udah diblokir anggota partai nggak boleh ikut, kaya putrane pak pramono kancane mas aris. Partai mau kuat sudah dibelah, kalau ada anggota kritis langsung dibunuh, dibuang kapan besar dan kuatnya, yang ada hanya politik formalitas, hasilnya ya formalitas dan anggotanya ya formalitas, floating mass semua. Akibatnya kandidat ngambang, tim sukses ngambang apalagi konstituen lebih ngambang lagi, apatis ora urus,
karepmulah. Tapi itungane duwit modal nggak ngambang pasti dieling-eling terus. Kalah susah, menang juga susah blas nggak pernah mendengar ada lurah cerah, bupati ngguyu, gubernur kita aja suntrut terus apalagi wakile. Sedaya lepat nyuwun pangapunten, wal 'afwu minkum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar