Kamis, 25 Februari 2010

TANGGUNGJWAB BIROKRAT Oleh : Suprayitno-Semarang

TANGGUNG JAWAB BIROKRAT

Musim hujan sudah tiba, dan bersamaan dengan itu jalan-jalan mulai
pada rusak, aspalnya mulai mengelupas diterjang banjir. Kadang karena
kondisi jalan yang rusak, mengakibakan jatuhnya korban atau kecelakaan
di jalan.

Yang selalu saya pikirkan adalah, di satu sisi negara atau pemerintah
dapat “memaksa” warganya untuk harus membayar pajak, jika tidak bayar
akan ada sanksi hukum yang jelas, bisa kena denda atau sanksi lainnya.
Namun, di sisi lain, rakyat tidak mempunyai “hak memaksa” terhadap
pemerintah atau negara untuk perbaikan-perbaikan sarana umum, misal
jalan, jembatan, pasar tradisional, sekolahan dan masih banyak
fasilitas sosial atau fasilitas umum lainnya.

Negara bisa berkilah dengan “beribu alasan”, dari mulai tidak ada
dana/anggaran dan alasan-alsan klasik lainnya. Memang benar,
pemerintah bisa kekurangan dana, tetapi juga harus diingat bahwa
kekurangan dana tersebut bisa akibat dananya dicuri atau dikorup oleh
para pejabat atau juga karena pengelolaan yang salah, misal tidak
efektif, tidak tepat sasaran dan tidak efisien.

Sementara, negara tidak mau tahu kesulitan warganya. Punya uang atau
tidak, harus bayar pajak.Akhirnya, walaupun tidak punya uang, rakyat
mengada-adakan karena takut kena denda atau takut kena sanksi-sanksi
lainnya. Tetapi rakyat tidak bisa “menuntut negara/pemerintah”.

Persoalan simpel, saya ingin tidak ada jalan umum yang rusak atau
bolong-bolong yang tentu saja bisa mengakibatkan kecelakaan, bahkan
bisa mengakiatkan kematian. Bila ada jalan yang rusak, harus jelas
siapa yang bertanggungjawab jadi birokrat itu jangan enak-enakan.
Rakyat bisa langsung menemui institusi mana dan siapa pejabat yang
bertanggungjawab.

Begitu juga untuk aspek-aspek lainnya, saya penginnya harus ada
pertanggungjawaban yang jelas.Semua harus ada SOPnya (standart
operasional procedure). Misalnya, mengurus IMB harus ada standar baku
yakni selesai dalam sekian hari dan biaya sekian, di luar biaya dan
waktu yang telah ditentukan berarti ada pungli atau penyimpangan, maka
juga harus jelas ke bagian mana masyarakat bisa melapor dan siapa yang
bertanggungjawab serta apa sanki bagi pejabat yang melanggar SOP.

Untuk pengurusan yang lain misal mengurus KTP, KK, HGB,Sertifikat HM,
Akte kenal lahir, dan sebagainya yang meliputi administasi publik
pemerintah harus berani menjamin tidak akan ada pungli dan harus
berani menjamin standar waktu dan pengurusan yang jelas. Selama ini
hanya “slogan kosong”, visi dan misi yang selalu dipajang di
kantor-kantor pelayanan publik, bila melanggar aturan yang telah
dibuatnya sendiri itu, tak ada pejabat yang bertanggung jawab.

Birokrat atau PNS kan sama dengan civil servant, abdi masyarakat,
yang selama ini menikmati fasilitas dari negara/rakyat, jadi kalau
mereka tidak mau dan tidak bisa “melayani rakyat” dengan baik,
seharusnya jangan jadi birokrat, jadi rakyat biasa saja.
Birokrat adalah alat bagi negara atau pemerintah untuk menyelenggarkan
"kesejahteraan umum" oleh karena itu jika birokratnya (PNS) korup,
sampai kapan pun tidak akan negeri ini sejahtera.

Kapan dan bagaimana, supaya birokrat benar-benar bekerja untuk
melayani bukan memungli rakyatnya dengan semboyan "kalau bisa
dipersulit kenapa dipermudah? semakin dipersulit kan semakin banyak
dapat uang"? Saya kira tidak ada seorang pun WNI yang tak prnah
dipungli oleh birokrat pada saat mengurus sesuatu.

Suprayitno Sekretaris FPSP
Jln Tlogomukti Timur I/878
Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar