Selasa, 26 Januari 2010

Tulisan Sdr.Sukron Makmun

Kontinuitas Promosi Complong Grenggeng

Oleh Sukron Makmun

Tak dinyana hasil karya kerajinan dari bahan alami menuai apresiasi besar dari pasar internasional. Uniknya aneka kerajinan itu adalah hasil kerja ulet para petani sekaligus merangkap sebagai perajin asal pedesaan. Satu hal yang bisa dikatakan membanggakan, ilmu maupun kinerja dalam mengelola sumber kekayaan alam tersebut diperoleh secara turun temurun dari para leluhur.

Itulah sekilas gambaran yang saya simpulkan tentang sebuah desa penghasil anyaman pandan atau oleh masyarakat setempat disebut complong atau ada pula yang menyebut lontrong. Desa itu bernama Grenggeng, berlokasi tak jauh dari monumen bersejarah Tugu Kemit, Kecamatan Karanganyar, Kebumen. Tepatnya di jalur jalan raya utama Kebumen-Gombong, di sebelah Pasar Kemit ke arah utara.

Desa yang dibelah oleh Kali Kemit itu telah berpuluh tahun dikenal sebagai sentra kerajinan anyaman pandan yang cukup melegenda. Hanya saja akibat minimnya kontinuitas promosi, keberadaan para perajin anyaman pandan kurang begitu dikenal dalam kancah lokal dan nasional.

Justru perajin daerah lain seperti para perajin tas dan sandal dari Rajapolah, Tasikmalaya, lebih kesohor namanya, jauh melampaui Kebumen. Padahal tak sedikit bahan baku mereka berupa anyaman complong “dirakit” oleh tangan-tangan terampil perajin asal Grenggeng dan sekitarnya. Kepiawaian serta kreativitas perajin asal Tasik dalam memadukan dengan bahan lain semacam kulit misalnya, menjadikan mereka lebih dikenal luas sebagai gudangnya kerajinan tas maupun sandal. Walaupun tak semua produk mereka bermaterialkan bahan baku complong alias anyaman pandan.

Pandan adalah jenis tanaman anggota famili Pandanaceae, banyak tumbuh subur di kampung-kampung di kawasan Karanganyar, termasuk di tiap sudut pekarangan mayoritas warga Grenggeng. Tanaman pandan banyak terdapat pula di bagian utara, tumbuh liar di kawasan pegunungannya. Dimanfaatkan menjadi bahan complong setelah sebelumnya melalui beberapa tahapan pengolahan yang tidak sederhana. Daun pandan dibelah atau disebut ngirat, selanjutnya digodok sampai mendidih, lalu didinginkan.

Baru kemudian direndam dengan air dingin selama sehari dua malam. Tak berhenti sampai di sini, proses berlanjut untuk pengeringan, dicuci sampai beberapa kali agar hasil irisan daun pandan menjadi halus dan lembut, serta siap dianyam menjadi complong. Compong inilah sebagai bahan baku aneka kerajinan bermutu tinggi. Bukan hanya diolah menjadi produk jadi tetapi juga dipasarkan oleh para pengepul sebagai bahan setengah jadi untuk dipasarkan ke berbagai sentra kerajinan seperti Yogyakarta dan Tasikmalaya. Harga per kodi (20 lembar) kini antara Rp.65.000 hingga Rp.70.000 tergantung ukuran, kehalusan juga diwarnai atau tidaknya.

Pasar Ekspor

Dari sekian desa penghasil complong, Grenggeng terbilang sebagai pusatnya. Di desa ini terdapat beberapa pengepul hingga perajin yang memproduksi aneka kerajinan seperti tas, tempat tisu, boks file, tatakan gelas, fas bunga, tempat cucian kotor atau produk lain sebagaimana pesanan calon pembeli. Sebagian besar, bahkan mencapai 90% produk Grenggeng ternyata untuk memenuhi permintaan pasar mancanegara atau pasar ekspor.

Salah satu usahawan desa setempat yang secara rutin memasarkan beraneka produk jadi kerajinan pandan ke luar negeri adalah Slamet Riyanto pemilik “UD Pancuran Mas” yang mempekerjakan tak kurang 100 tenaga warga sekitar tempat tinggalnya.

Ironisnya, meski tas pandan serta produk lain dari anyaman pandan terbilang laku keras di pasar mancanegara, namun di pasar negeri sendiri, belum begitu familiar. Mungkin hal seperti ini masih dipengaruhi oleh sebagian besar kebiasaan di tengah masyarakat kita yang terlalu mendewa-dewakan segala peralatan berbahan baku plastik.

Dengan asumsi lebih awet, alasan kepraktisan hingga perbandingan masalah harga. Lain halnya dengan masyarakat di luar sana yang mulai bergeser mindset-nya, bahwa bahan-bahan tas atau piranti keseharian lain akan lebih ramah terhadap alam dan lingkungan hidup jika terbuat dari bahan-bahan bernuansa alami seperti tas anyaman pandan dan lain sebagainya.

Pekerjaan menjemur, menganyam iratan pandan, atau aktivitas menyetor complong adalah kesibukan dalam keseharian warga Desa Grenggeng. Selepas mengurusi pekerjaan domestik seperti memasak dan mencuci pakaian, banyak perempuan Grenggeng duduk-duduk di emperan rumah bersama anggota keluarga lainnya. Bukannya ngerumpi atau bersantai, melainkan sibuk menganyam pandan kering yang telah dibelah menjadi complong berkualitas terbaik beraneka ukuran.

Aktivitas mengolah pandan ternyata juga menyerap sebagian besar tenaga kerja. Selepas kesibukan mengurusi lahan pertanian, menganyam menjadi keasyikan tersendiri. Bahkan tidak hanya terbatas untuk masyarakat Grenggeng semata. Aktivitas ini telah merambah pula ke lingkungan desa sekitar.

Boleh dibilang di Grenggeng nyaris tak ada orang menganggur. Tentu fenomena anyaman pandan akan kian menarik jika promosi dilakukan secara kontinyu, sehingga makin banyak orang tahu di mana mesti mencari kerajinan anyaman kualitas ekspor khas Kebumen ini.



Sukron Makmun, peminat kajian sosial, bergiat di Forum Penulis Kebumen, tinggal di Desa Kebulusan, Pejagoan Kebumen



Sukron Makmun

Ds Kebulusan RT 13/03

Kec.Pejagoan-Kebumen 54361

HP 085726192991

Tidak ada komentar:

Posting Komentar